Selasa, 7 Juni 2016
Agama
dan Keadilan Gender
“Kekerasan Dalam Rumah Tangga”
Oleh
: Nathasia Irawan
Sebelum kita membahas tentang
keadilan gender, sebaiknya kita tahu terlebih dahulu apa itu gender. Masyarakat
umum biasanya mengenal gender sebagai jenis kelamin, tetapi gender sebenarnya
bukanlah sekedar alat kelamin. Gender adalah perbedaan peran sosial yang
dibangun oleh masyarakat, serta tanggung jawab laku-laki dan perempuan. Hal ini
menunjukkan bahwa gender belum tentu berkaitan dengan laki-laki dan perempuan.
Sehingga di tempat yang berbeda gender belum tentu sama dan gender juga bisa
berubah dari waktu ke waktu. Sedangkan jenis kelamin yang terdiri atas
laki-laki dan perempuan disebut dengan seks atau kodrat. Ada perbedaan yang
jelas antara gender dan jenis kelamin. Gender bisa berubah dan ditukar,
tergantung waktu dan budaya setempat karena gender merupakan buatan manusia dan
bukan kodrat Tuhan. Sedangkan jenis kelamin adalah kodrat Tuhan, jadi tidak
bisa seenaknya ditukar maupun diganti.
Setelah mengerti arti gender yang
sesungguhnya, sekarang kita akan membahas tentang pengertian keadilan gender.
Keadilan gender adalah proses dan perlakuan adil antara laki-laki dan
perempuan. Berarti tidak ada yang namanya beban ganda, anggapan peran salah
satu jenis kelamin lebih rendah, memojokkan jenis kelamin tertentu dan
kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Sayangnya, di Indonesia ini
masih banyak ketidakadilan gender yang terjadi terutama pada kaum perempuan. Contohnya
seperti kekerasan seksual, perbedaan perilaku di tempat kerja, anggapan bahwa
tugas rumah tangga harus dikerjakan oleh wanita dan yang paling sering kita
jumpai, kekerasan dalam rumah tangga. Dicatatan tahunan Komnas perempuan
terungkap kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat dari tahun 2012
sampai 2015. Jumlah kasus kekerasan pada tahun 2015 sebesar 321.752.
Kasus kekerasan dalam rumah tangga
masih terjadi sampai saat ini. Salah satu contohnya adalah kasus yang dialami
oleh seorang mama muda berinisial ML yang berumur 28 tahun yang berasal dari
Sampangan, Kecamatan Gajahmungkur, Semarang ini. Mama muda ini dihajar
suaminya, laki-laki berumur 49 tahun berinisial AW gara-gara kelamaan di salon
kecantikan. Menurut pengakuan ML usai melaporkan suaminya ke Polrestabes
Semarang, Selasa, 17 Mei 2016, Ia dan suaminya memang sudah sering bertengkar
sebelumnya dan ini adalah kejadian yang paling parah. Awalnya ML berpamitan
mempercantik dan merawat diri di salon. Menjelang selesai perawatan, LM meminta
suaminya untuk menjemput. Karena jarak rumah hingga salon berdekatan, ketika AW
tiba di salon tersebut, suaminya tiba-tiba mengamuk tanpa alasan yang jelas.
Akibat kekerasan tersebut, mata sebelah kanan ML mengalami memar dan berwarna
biru. Ia punmengaku sudah tak tahan dengan perlakuan suaminya sehingga
mengadukan ke polisi. ML menyebutkan bahwa Ia menikah sejah dua tahun lalu.
Perbedaan usia yang cukup jauh, ditunjang penampilannya yang trendi sering
memancing suaminya cemburu. Ia juga mengaku pernah dilarang ke salon dengan
alasan sudah bersuami jadi tidak perlu mempercantik diri sendiri. Padahal
maksud ML melakukan semua itu adalah agar suaminya senang dan tidak bosan. ML
menyebutkan sejak sebelum meikah, Ia memang suka merawat tubuh. Kebiasaan mama
muda itu berlanjut hingga memiliki anak dan usia pernikahan mencapai dua tahun.
Menurut firman Tuhan kekerasan bukanlah
gaya hidup dan cara menyelesaikan masalah dalam keluarga yang berdasarkan
Firman Tuhan. Setiap bentuk dan ekspresi yang sekalipun bertujuan baik, bila
dilakukan dengan jalan kekerasan adalah melawan kehendak Tuhan. Hal tersebut
dapat dilihat dari Mazmur 11:5 yang berbunyi “Tuhan menguji orang benar dan
orang fasik, dan Ia membenci orang yang mencintai kekerasan.”. Rumah tangga merupakan tempat
pembelajaran dalam membangun relasi hubungan interpersonal. Paulus menyampaikan
dua dasar kehidupan orang Kristen, yaitu mereka menjadi manusia baru dalam Efesus
4:17-32, dan mereka hidup sebagai anak-anak terang dalam Efesus 5:1-21. Semakin baik
kualitas relasi di antara suami dengan istri, semakin menunjukkan kualitas
hubungan dalam rumah tangga tersebut. Hubungan relasi di antara suami dan istri
inilah yang dikatakan Paulus kepada jemaat Efesus 5:22-23; “Hai istri,
tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala istri
sama seperti Kristus adalah kepala jemaat”. Paulus menegaskan bahwa kehidupan sebagai manusia baru
adalah kehidupan di dalam terang Kristus, dapat dilihat di Efesus 5:8. Hidup
sebagai anak terang dikuasai oleh Roh dan pikiran Kristus menjadikan seseorang
mampu menaklukan diri di bawah kehendak Kristus. Paulus menjelaskan bentuk
hubungan perkawinan menggunakan pola hierarki. Hal ini karena latar belakang
budaya Yahudi, di mana budaya patriarki masih sangat mempengaruhi pemikirannya
“Rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus” bisa
dilihat di Efesus 5:21. Paulus menekankan
soal ketaatan yang mengandung unsur rasa hormat bagi posisi yang dituakan dalam
Efesus 6:1-9. Sebuah ketaatan dan rasa hormat yang bersumber dari ketulusan.
Setiap anggota keluarga perlu mengembangkan sikap ketaatan dan kasih yang
menjadi cara berelasi antara suami dan istri. Menurut Paulus hal ini tidak
mungkin terjadi sikap arogan: semena-mena, melecehkan, meremehkan, dan tidak
menjadi teladan dalam hubungan rumah tangga.
Indonesia
masih memerlukan kesadaran yang tinggi tentang keadilan gender. Masih terdapat
berbagai macam ketidakadilan gender di Indonesia, terutama yang merugikan kaum
perempuan. Selain melanggar hukum, ketidakadilan gender seperti kekerasan dalam
rumah tangga adalah salah satu perilaku yang dilarang oleh Tuhan. Tertulis
jelas dalam firman Tuhan, bahwa Tuhan menguji orang benar dan orang fasik, dan
Ia membenci orang yang mencintai kekerasan. Maksud dari firman tersebut adalah,
Tuhan menguji orang-orang yang benar agar mereka dan membenci orang-orang yang
melakukan kekerasan.
0 Respond:
Post a Comment